BADUNG – (04/06/2025) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali melaksanakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi terhadap warga negara asing yang terbukti melanggar aturan izin tinggal di wilayah Indonesia. Warga negara asing tersebut berinisial PK (Lk, 40) berkewarganegaraan Rusia.
PK masuk ke Indonesia melalui Bandara lnternasional I Gusti Ngurah Rai pada 4 September 2024 melalui Bandara Internasional Ngurah Rai dengan menggunakan visa kunjungan yang berlaku hinggal 22 November 2024. PK mengaku berkunjung ke Indonesia untuk berlibur dan istirahat dari kesibukannya.
Setibanya di Bali, ia bergegas ke Ubud dan menginap disana selama 6 hari di sebuah Guest House, kemudian ia melanjutkan liburan di Amed dan menginap disana selama kurang lebih satu minggu.
Entah bagaimana mempersiapkan finansialnya, pria bergelar Doctor of Building Materials ini tiba tiba kehabisan uang untuk mengakomodasi liburannya. Ia mencari cari tempat untuk berteduh dan alhasil ia menemukan sebuah tempat kosong di lembah yang tak lama kemudian ia diusir oleh seseorang warga lokal.
Ia kembali menemukan sebuah bangunan di area pura untuk tinggal sementara, namun disana pun ia bertemu dengan seorang warga lokal dan meminta dirinya untuk segera meninggalkan tempat tersebut, namun karena kemurahan hati warga disertai kondisi hujan pada hari itu, ia pun diizinkan untuk tinggal sementara.
Setelah masa izin tinggalnya berakhir, PK masih berada di Indonesia karena alasan keterbatasan finansial, tanpa memperpanjang izin atau membayar denda. PK menyadari pelanggaran yang dilakukan dan menyatakan tidak mampu membayar denda sebesar Rp1.000.000,- per hari sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kemenkumham. PK menyampaikan bahwa sesungguhnya ia juga telah membeli tiket menuju Singapura, namun tidak digunakan karena pada waktu itu ia memutuskan untuk tetap berada di Bali.
Dalam keterangannya, PK mengaku tidak pernah melakukan pelanggaran hukum lainnya di Indonesia dan menyatakan siap menerima segala bentuk sanksi administratif, termasuk deportasi.
PK dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Ayat (1) J.o Pasal 75 ayat (1) & (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyebutkan bahwa “orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.” dan
“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
” Tindakan Administratif Keimigrasian dalam hal ini adalah Deportasi dari wilayah Indonesia dan pencantuman dalam daftar penangkalan.
PK dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada Rabu 04 Juni 2025 dengan pengawalan dari petugas Rumah Detensi Imigrasi Denpasar.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, membenarkan bahwa petugas Rudenim Denpasar telah melakukan pengawalan terhadap proses deportasi PK guna memastikan kelancaran proses keberangkatan yang bersangkutan. “Penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian akan terus dilakukan demi menjaga tertib administrasi dan keamanan negara. Setiap warga negara asing wajib mematuhi aturan izin tinggal di Indonesia,” tegas Dudy.
Lebih lanjut, Dudy menjelaskan bahwa tindakan penangkalan terhadap PK juga dilakukan agar yang bersangkutan tidak dapat kembali ke wilayah Indonesia dalam waktu yang ditentukan.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan berlaku paling lama sepuluh tahun dan dapat diperpanjang paling lama sepuluh tahun, serta penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang mengancam keamanan dan ketertiban umum. Keputusan akhir mengenai penangkalan akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya," tutup Dudy. (*)