Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

21/06/23

Bangunan-Bangunan Kuno Di Kota Pasuruan


Gereja Katolik Santo Antonius Padova


Bangunan Gereja Katolik Santo Antonius Padova. Gereja ini terletak di Jalan Balai Kota No. 1 Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah barat Terminal Lama Pasuruan.

Menurut prasasti berwarna hitam yang dipasang di dinding depan, diketahui bahwa peresmian gedung gereja dilakukan pada 28 Juli 1895 dengan pemberkatan dari Mgr. Walterus Jacobus Staal, Uskup Kehormatan dari Batavia. Gedung gereja ini dibangun atas sumbangan seorang donatur Belanda bernama Alexander Manuel Anthonijs.


Dalam buku Profil Cagar Budaya Kota Pasuruan (2015) disebutkan, bahwa Anthonijs adalah seorang pengusaha yang sukses yang juga merupakan pegawai Proefstation Oost Java (POJ) yang sekarang bernama Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Oleh karena Santo Antonius dari Padova merupakan pelindung keluarga Anthonijs, maka gereja Katolik ini juga diletakkan di bawah perlindungan Santo Antonius dari Padova.

Pada tahun 1975 gedung gereja baru dibangun di sebelah gereja lama. Kemudian, pada tahun 1993 ada perantian kursi gereja menjadi kursi kayu. Lalu, pada tahun 1998 dibangun gapura ke arah Jalan Balai Kota. Pada waktu terjadi kerusuhan di Pasuruan pada tahun 1998, gereja ini mengalami kerusakan, seperti jendela dan dinding.

Gereja yang memiliki lahan seluas 2.726 m² ini, memiliki gaya arsitektur Neo Gothic tanpa menara di samping kiri dan kanannya. Gaya arsitektur ini memberi keleluasaan cahaya dalam gedung gereja, sehingga jendela yang terdapat pada gereja ini berjumlah banyak dan besar-besar ukurannya. Pintu utamanya juga besar dan tinggi yang atasnya dihiasi dengan lengkungan.

Pada gevel gereja terdapat tiga lingkaran yang terbuka dengan ornamen besi yang sekaligus berfungsi sebagai teralis. Di atas gevel terdapat salib khas Katolik sebagai penanda bahwa bangunan megah yang berdiri tersebut adalah sebuah bangunan gereja yang diperuntukkan bagi jemaat Katolik.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 tentang Penetapan Cagar Budaya Kota Pasuruan ditetapkan sebagai salah satu dari 20 bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Pasuruan seusai yang tertera pada Diktum Kesatu. *

31/08/22

Sekilas Tentang Lagu Suci Indonesia Raya



Paskotanews.com - Lagu yang diciptakan W.R. Supratman untuk menggambarkan semangat dan cita-cita kaum pergerakan kebangsaan itu menerbitkan kegelisahan di mata kolonialisme.


Stanza I

Indonesia tanah airku,

Tanah tumpah darahku,

Di sanalah aku berdiri,

Jadi pandu ibuku.


Indonesia kebangsaanku,

Bangsa dan tanah airku,

Marilah kita berseru,

Indonesia bersatu.


Hiduplah tanahku,

Hiduplah neg’riku,

Bangsaku, Rakyatku, semuanya,

Bangunlah jiwanya,

Bangunlah badannya,

Untuk Indonesia Raya.


Reff:

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Tanahku, neg’riku yang kucinta!

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Hiduplah Indonesia Raya.


Stanza II

Indonesia, tanah yang mulia,

Tanah kita yang kaya,

Di sanalah aku berdiri,

Untuk s’lama-lamanya.


Indonesia, tanah pusaka,

P’saka kita semuanya,

Marilah kita mendoa,

Indonesia bahagia.


Suburlah tanahnya,

Suburlah jiwanya,

Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,

Sadarlah hatinya,

Sadarlah budinya,

Untuk Indonesia Raya.


Reff:

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Tanahku, neg’riku yang kucinta!

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Hiduplah Indonesia Raya.


Stanza III

Indonesia, tanah yang suci,

Tanah kita yang sakti,

Di sanalah aku berdiri,

N’jaga ibu sejati.


Indonesia, tanah berseri,

Tanah yang aku sayangi,

Marilah kita berjanji,

Indonesia abadi.


S’lamatlah rakyatnya,

S’lamatlah putranya,

Pulaunya, lautnya, semuanya,

Majulah Neg’rinya,

Majulah pandunya,

Untuk Indonesia Raya.


*Reff:

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Tanahku, neg’riku yang kucinta!

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Hiduplah Indonesia Raya.

*)diulang 2x

.

.

.

Peran lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai pengejawantahan jiwa bangsa pun masih terekam dengan baik dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 yang menyatakan bahwa lagu Indonesia Raya dinyanyikan sebagai “pernyataan perasaan nasional”. 


Semangat ini dilandasi oleh visi tentang bangsa sebagai suatu usaha politik bersama, yakni suatu usaha bantu-binantu bersama untuk mewujudkan kebudayaan nasional sendiri, suatu kebudayaan yang mau mengakhiri segala bentuk penjajahan dan melahirkan manusia baru.


Source : Kemdikbud

21/08/22

Asal - Usul Untung Suropati

Untung Suropati



Untung Suropati lahir di Pulau Bali, nama aslinya Surawiroaji.

Paskotanews.com - Tersebutlah seorang pemuda bernama Untung, salah seorang narapidana yang menghuni penjara di Batavia. Sebelumnya dia seorang budak yang dipelihara keluarga Belanda sejak masih berumur tujuh tahun. Konon Untung  dipenjara  karena berani melawan majikannya. Sebenarnya Untung berasal dari keluarga bangsawan Bali yang menjadi tawanan perang serdadu Belanda dan dibawa ke Makassar. Setelah Untung berada di Makassar, Kapten Van Beber membawanya ke Batavia kemudian dijual sebagai budak kepada seorang saudagar Belanda. Karena sejak kecil sudah berpisah dengan keluarganya, maka tidak ada orang yang mengetahui riwayat asal-usulnya. Nama Untung itu sendiri adalah nama paraban (alias) yang diberikan oleh majikannya, nama garbhopati (nama sejak lahir) yang diberikan orang tuanya adalah Surawiroaji.
Menurut silsilah keluarganya Surawiroaji alias Untung adalah anak dari Jatiwiyasa, seorang keluarga bangsawan di Bali. Kakeknya bernama Tirtawijaya Sukma anak dari Karma Pujanggabuana anak dari Resi Mertadharma anak dariSarataleksi anak dari Bharata Darwa Muksa anak dari Satya Putralaksana anak dari Kuwu Wika Kertaloka anak dariPrahma Putra Reksa anak dari Resi Wuluh Sedyaloka. Orang Jawa menyebut Resi Wuluh Sedyaloka dengan nama Begawan Sidolaku, sastrawan terkenal dari Tabanan Bali. Ketika masih muda Raden Ronggowarsito (Pujangga kraton Surakarta) pernah belajar ke Tabanan untuk mempelajari kitab kasusastraan peninggalan Resi Wuluh Sedyaloka.
Resi Wuluh Sedyaloka adalah keturunan Prabu Kertajaya, raja terakhir Panjalu (Kediri) yang dikalahkan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Ketika pasukan Ken Arok menyerbu istana Kediri, Prabu Kertajaya berhasil melarikan diri dengan diiringkan ketiga istri dan beberapa abdi saja. Raja yang malang ini bersembunyi di lereng Gunung Semeru dan akhirnya menjadi seorang pertapa. Tidak lama berselang Ken Arok mencium keberadaan Prabu Kertajaya, maka ditugaskan bala tentaranya untuk menangkap lawan politiknya tersebut. Prabu Kertajaya berhasil lolos dalam pengejaran hingga akhirnya menemukan tempat yang aman di Pulau Bali. Prabu Kertajaya mendapat perlindungan dari penguasa di pulau dewata sebab antara raja Jawa dan Raja Bali masih memiliki hubungan darah.
Untung seorang pemuda berwajah tampan dan halus tutur katanya. Dia sangat pemberani namun berhati mulia, sehingga selama di dalam penjara sangat disegani kawan-kawannya. Pada suatu kesempatan Untung memimpin para narapidana melakukan perlawanan kepada penjaga penjara. Penjara berhasil dijebol, berbagai senjata dirampas dan dibawa kabur. Kompeni mengirimkan serdadu untuk menangkap mereka, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. Untung dan pengikutnya justru membunuh beberapa serdadu yang mengejarnya. Kompeni semakin marah kepada Untung dan terus-menerus melakukan pengejaran.
Singkat cerita, Pada waktu yang hampir bersamaan Gusik Kusumo mengutarakan niatnya untuk pulang ke Kartasura. Sang Putri sudah sangat rindu kepada keluarganya di Mataram dan harus secepatnya diberitahu kalau dirinya sudah bercerai dengan Pangeran Purbaya. Pernikahannya dengan Purbaya dulu adalah atas kehendak Sunan Amangkurat, jadi apapun yang terjadi harus dilaporkan ke Mataram. Kanjeng Sultan memberikan perbekalan yang cukup untuk keberangkatan mereka. Beliau juga mengijinkan orang-orang Bali, Madura dan Makassar yang hidup bergelandangan di Cirebon bergabung dengan Untung Suropati. Setelah berpamitan kepada Kanjeng Sultan, rombongan Untung dan Gusik Kusumo meninggalkan Cirebon dengan perasaan sangat terharu.

Sumber : By Sudradiningrat, on Oktober 14, 2010 at 10:16 am, under Untung Suropat

Asal - Usul Gedung Wolu Di Kota Pasuruan

Gedung Wolu ( GEDOENG WOLOE )

Paskotanews.com - Bangunan Gedung Wolu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-20 oleh seorang Kapitein der Chineezen untuk dijadikan sebagai tempat tinggal atau rumah pribadi. Kemudian seiring dengan perjalanan waktu, rumah ini mengalami perubahan fungsi dan kepemilikan. Dari info masyarakat sekitar, dulu pernah ada pemilik rumah ini yang menyukai kuda. Sehingga, rumahnya kerap mendapat julukan sebagai kandang kuda. Lalu oleh pemilik sekarang, yaitu pengusaha yang memiliki dealer motor besar di Padang diubah menjadi gedung pertemuan dan restoran yang diberi nama Gedung Wolu.
Lorong gedung wolu

Asal Usul Penamaan Gedung Wolu ini berdasarkan nama kawasan yang ada pada masa itu. Dulu, di sebelah barat dari gedung ini terdapat deretan rumah yang memiliki gaya arsitektur yang sama dan jumlahnya ada delapan (delapan dalam bahasa Jawa disebut wolu). Di mulai dari rumah yang ada di sebelah Gedung Wolu hingga sampai rumah yang sekarang menjadi Toko Roti Matahari di ujung baratnya. Masyarakat Pasuruan menyebut kawasan tersebut dengan bahasa dan aksen Jawa sebagai Dong WoluDong berarti gedung, dan Wolu berarti delapan.

Angka 8 dipintu gerbang gedung wolu
Jadi, bila Anda sedang melintas di depan gedung ini, janganlah heran bila tepat di gerbang pintu masuk ke gedung tersebut di belah oleh angka 8 (delapan) dengan ukuran yang lumayan besar. Pengunjung restoran akan masuk ke gedung tersebut dari sebelah kiri, dan keluarnya dari sebelah kanan. Sejenak makan di Depot Gedoeng Wolu (nama resmi dari usaha restoran tersebut), pengunjung akan memenuhi kebutuhan perut secara hakiki dengan sejumlah menu makanan dan minuman yang tersedia, dan sekaligus bisa menikmati pesona dari bangunan lawasdari restoran tersebut.

Pengunjung gedung wolu
untuk anda yang ingin berkunjung, Gedung ini terletak di Jalan Soekarno Hatta No. 58 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

26/08/21

KH. Abdul Hamid bin Abdullah Umar (Mbah Hamid), Pasuruan



Pasuruan - Pesarean Mbah Hamid yang berada di tengah Kota Pasuruan tidak pernah sepi dari peziarah.  Tidak sedikit santri dan sejumlah kalangan yang kini menjadi orang penting, pernah berkesempatan bertemu fisik dengan almaghfurlah ini. Tentu saja, sejumlah kisah dan pengalaman mengiringi dari perjumpaan tersebut.


KH Abdul Hamid lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah dan wafat 25 Desember 1985. Melewati pendidikan di Pesantren Talangsari, Jember, Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng,  Pesantren Tremas, Pacitan hingga menjadi pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan.


Ia adalah anak ketiga dari tujuh belas bersaudara, lima di antaranya saudara seibu.

Pada usia enam tahun, bahkan dikisahkan sudah bertemu dengan Rasulullah.

Kesabaran Kiai Hamid diakui tidak hanya oleh para santri, tapi juga oleh keluarga dan masyarakat serta umat Islam yang pernah mengenalnya. Itu juga diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menurut Kiai Idris, mereka tidak pernah mendapat marah, apalagi pukulan dari ayahnya. Ayahnya lebih banyak memberikan pendidikan lewat keteladanan. Nasihat sangat jarang diberikan. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sangat prinsip, shalat misalnya, Kiai Hamid sangat tegas.


H Misykat yang mengabdi hingga Kiai Hamid wafat bercerita bahwa bila ada tetangga yang sedang punya hajat, Kiai Hamid memberi uang Rp 10.000 plus 10 kilogram beras.


Lihadlrotilmarhum ALMagfurlah, Alfaatihah...


source : seputar_pasuruan

✍️ @nuonlinejatim - @assalaf_lirboyo

21/12/18

Legenda Joko Sambang Beji – Bangil, Pasuruan

Joko Sambang sebagai tokoh sentral di cerita ini merupakan putra tunggal dari seorang Lurah (Kepala desa) yang bernama Bintoro dan seorang ibu yang bernama Sutina di desa Beji Gondanglegi – Pasuruan. Lurah ini berjuang melawan government bersama sorang Sekdes (bhs.jawa: Carik) yang bernama Wicaksono. Mereka melawan government karena menolak perintah mengirimkan penduduknya untuk bekerja membuat kali dan jembatan Porong, dengan alasan desanya jauh dari areal kali Porong, dan untuk melindungi penduduknya mereka rela dihukum dan di jebloskan kepenjara, sementara itu istrinya Lurah Bintoro yang bernama Sutina yang kondang karena kecantikan parasnya memang amat sayang untuk ditinggal di rumah sendirian, hal ini diambil kesempatan oleh para Lurah desa-desa sekitarnya untuk mendekatinya, termasuk Lurah Panderejo yang bernama Bargowo dan cariknya yang bernama Abi Lowo, mereka ini melakukan keinginannya dengan segala cara, termasuk menghasut government untuk memaksa Lurah Bintoro memperkerjakan penduduknya ke Kali Porong padahal lokasi desanya jauh dari bantaran kali Porong.

Foto sungai porong, sidoarjo

Rupanya keinginan Lurah Bargowo yang terusa menggelora membuat mata hatinya buta, bahwa Sutina bersama Lurah Bintoro sudah dikaruniai anak yang mulai menginjak usia remaja yang sudah siap menghadapi musuh apapun termasuk gangguan Lurah Bargowo dan Carik Abi Lowo.
Yang terkenal sakti mandraguna.
Karena hasutan dan perasaan iri merekalah Lurah Bintoro di penjara dan dihukum tembak oleh government, tapi hukuman ini gagal karena Lurah Bintoro kebal (sakti) terhadap senjata maupun peluru senapan, maka government meminta Lurah Bargowo dan Carik Abi Lowo untuk memberi hukuman sendiri kepada Lurah Bintoro, berkat keroyokan dua lawan satu, Lurah Bintoro tewas. Kemudian Sutina dikejar-kejar oleh Lurah Bargowo dan Carik Abi Lowo, berusaha lari minta perlindungan kepada puteranya yang bernama Joko Sambang yang masih berstatus siswa sebuah perguruan silat di Gunung Penanggungan dan bersemedi (bertapa) di Jolotundo, sehingga untuk sementara nasib Sutina aman!

Peristiwa pengejaran Sutina ini dibantu oleh Joko Semprul, yang sehari-hari berprofesi sebagai kaki-tangan/centeng-nya government Belanda di Kali Porong. Joko Semprul bilang kepada Lurah Bargowo dan Carik Abi Lowo, “Kalian tidak akan bisa mendapatkan Sutina tanpa membunuh Joko Sambang lebih dahulu!”, “Lha terus caranya bagaimana? “, sela mereka.
“Itu soal gampang !” jawab Joko Semprul. Dengan arahan Joko Semprul, Lurah Bargowo dan Carik Abi Lowo mengadakan saimbara di jembatan kali Porong, barang siapa yang dapat menebang pohon kenari yang berada persis di tanggul selatan jembatan kali Porong akan mendapatkan hadiah 100 ribu Golden (Uang emas Belanda). Pohon ini adalah pohon tua yang terkenal angker, siapa saja yang mau menebang pohon tersebut biasanya akan kena kutukan, berupa sakit jiwa, atau bahkan meninggal dunia, sehingga hanya orang-orang yang sakti saja yang mau ikut sayembara tersebut, termasuk Joko Sambang.
Joko Sambang mau ikut sayembara bukan karena ingin mendapatkan uang hadiah, melainkan ingin menumpas kelicikan dan tipu muslihat Lurah Bargowo, Carik Abi Lowo dan Joko Semprul, karena ketiga-tiganya merupakan orang yang selalu mengganggu ketenangan ibunya, sekaligus sebagai orang kepercayaan government Belanda di Kali Porong.

Joko Sambang sadar bahwa ia tidak akan mampu menghadapi ketiganya bila cuma seorang diri, maka ia mengajak teman seperguruannya, yaitu Joko Buntek untuk membantu dirinya,
Dari ilmu dua orang inilah muncul kekuatan yang amat dahsyat, selain kekuatan ilmu yang berlipat ganda, juga keberanian menentang kedzaliman dari para tokoh antagonis yang selama ini meresahkan masyarakat, seperti yang dilakukan selama ini oleh tokoh Lurah Bargowo, Carik Abi Lowo, Joko Semprul dan tentu saja para pegawai government Belanda.

Ternyata pohon ini benar-benar sakti dan bertua, terbukti pada saat Joko Sambang mendekati pohon kenari tua itu tiba-tiba pohon tersebut dapat berbicara, tentu saja hanya Joko Sambang yang tahu isi bicaranya, “ Hei…Anak muda, jangan turuti sayembara Lurah Bargowo, karena orang ini sungguh licik dan ambisius, dibalik sayembara ini sebenarnya ia berharap engkau kalah dan mendapat hukuman darinya, sehingga dengan mudah ia dapat mempersunting ibumu, Haa…ha…ha….!”.
Suara itu terdengar jelas ditelinga Joko Sampang, apalagi sangat keras menggelegar, sampai-sampai Joko Sambang tidak kuat berdiri tegak lagi.
Karena lama Joko Sambang tidak bergerak, maka Joko Sambang dinyatakan kalah dan harus mendapatkan hukuman, Joko Sambang langsung di ikat di pohon kenari tua itu disaksikan para penonton dan para pekerja paksa yang memadati arena sayembara.
Untung Joko Buntek segera datang dan melepaskan ikatan tangan dan kaki Joko Sambang dan mereka berbalik mengejar Lurah Bargowo, Carik Abi Lowo, dan Joko Semprul.
Sebelum mengejar tiga tokoh antagonis diatas, Joko Buntek mengajukan syarat kepada Joko Sambang, yang isinya: Jangan pernah mengejar musuh sampai daerah Kepulungan, karena itu wilayah kekuasaan Joko Buntek! Dan syarat itupun disetujui Joko Sambang.
Maka tidak lama setelah itu dua orang jagoan muda ini segera mengejar Lurah Bargowo, Carik Abi Lowo, dan Joko Semprul. Al-hasil dari pengejaran tiga tokoh pengganggu masyarakat iniu dapat segera ditumpas. Setelah peristiwa itu para pegawai government-pun mulai berfikir realistis, yaitu mereka hanya memperkerjakan penduduk di sekitar kali Porong saja, dan tidak mau lagi melibatkan masyarakat di luar wilayah bantaran kali Porong.
Setelah kondisi sekitar kali Porong aman, Joko Sambang meninggal dunia di desanya Gununggangsir - Beji Pasuruan, dan dimakamkan bersebelahan dengan makam Ayah dan Ibundanya.
Makam Joko Sambang, Lurah Bintoro, dan Sutina sampai kini masih banyak di datangi oleh para peziarah dari berbagai daerah guna mendapatkan berkah.

Memang dari nama-nama tokoh diatas bukan nama yang sebenarnya, tapi memiliki makna kias yang jelas yang dapat dengan mudah ditangkap makna dan isinya, seperti identifikasi tokoh-tokoh ini;
Joko Semprul, Semprul bermakna orang muda yang tidak memiliki pendirian dan
prilakunya selalu menjengkelkan masyarakat.
Lurah Bargowo mungkin memiliki arti orang yang suka mengganggu orang yang sudah berkeluarga.
Carik Abi Lowo juga mungkin memiliki arti orang yang suka kelayapan malam dan suka menghasut seperti prilaku kelelawar.
Lurah Bintoro adalah lurah yang jadi pemimpin sejati penduduknya, suka melindungi penduduk dari mara-bahaya.
Carik Wicaksono adalah orang yang selalu bijak dalam berprilaku di masyarakat.
Tokoh Sutina menggambarkan tokoh perempuan yang cantik, setia, dan tidak suka ke dloliman.
Joko Buntek melambangkan tokoh pemuda yang diharapkan kehadirannya disaat-saat diperlukan.
Sedangkan tokoh Joko Sambang memiliki arti orang muda yang suka “sambang” atau “silaturrahim” atau “mengunjungi” kaumnya yang sedang menderita, dan ia selalu membela kebenaran dan menumpas segala bentuk keserakahan, termasuk membela kaumnya yang sedang sengsara karena di paksa kerja tanpa upah oleh government Belanda membuat jembatan dan tanggul kali Porong pada sekitar tahun 1920.
Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan dapat menghidupkan kembali semangat juang bangsa ini yang mulai luntur tergerus majunya teknologi dan globalisasi.

Joko Sambang Of Legend
Ditulis Oleh
Drs. Imam Musholli

Di Balik Gedung P3GI Pasuruan

Sejarah P3GI di Indonesia

Gedung P3GI ini merupakan salah satu gedung tertua dan terbesar di Kota Pasuruan. Gedung ini memiliki nilai sejarah yang penting di mana gedung ini menjadi salah satu pusat penelitian perkebunan gula yang ada di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula di Indonesia pertama kali didirikan pada tahun 1885 dengan nama Het Proefstation Midden Java yang didirikan di Semarang, Jawa Tengah. Tahun 1886 menyusul didirikannya Proefstation voor Suikerrient in West Java yang bertempat di Kagok. Lalu, pada 9 Juli 1887 didirikan lagi Het Proefstation Oost Java di Pasuruan atau lebih sering disebut secara singkat dengan POJ. Warga setempat lebih banyak menyebut gedung tersebut dengan nama Prop. 
salah satu bangunan P3GI

Pada tahun 1893 Proefstation Midden Java ditutup oleh Pemerintah Hindia Belanda karena kurangnya penemuan yang bersifat menguntungkan dari instansi tersebut. Tujuh tahun kemudian, giliran Proefstation voor Suikerrient in West Java yang dipindahkan ke Pekalongan, kemudian ke Semarang. Dari kedua kejadian ini akhirnya memunculkan ide untuk menyatukan kedua instansi antara Proefstation di Semarang dan di Pasuruan. Kedua instansi tersebut secara fisik dan organisasi berhasil disatukan pada 1 Januari 1907 menjadi Het Proefstation voor de Java-Suikerindustriedan dipilih Pasuruan atau wilayah Oosthoek karena lebih cocok untuk membudidayakan perkebunan tebu.
Oosthoek adalah sebutan Belanda untuk daerah ujung timur Jawa, yaitu bagian yang menyempit dari Jawa Timur, mulai dari Pasuruan sampai Selat Bali, atau sering juga disebut “green gold”. Oosthoek/eastern slient/bang wetan/ujung timur meliputi Pasuruan, Probolinggo (Banger), Situbondo (Panarukan), Besuki (Bondowoso dan Jember), Lumajang serta Banyuwangi (Blambangan).
Alat Penggiling Tebu

Bangunan ini pernah mengalami kerusakan selama periode 1942-1948. Banyak buku dan barang-barang inventaris yang hilang. Pada waktu terjadi Agresi Militer Belanda II, gedung utama serta sebagian besar perpustakaan dan arsip mengalami kebakaran. Dulu, di halaman depan gedung utama terdapat patung untuk mengenang JD Kobus, seorang Direktur Laboratorium dari 1897 hingga 1910.
Setelah perkebunan Belanda diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia pada Desember 1957, pusat penelitian ini dinamakan Balai Penyelidikan Perusahaan-Perusahaan Gula (Experiment Station for Sugar Estates). Selanjutnya pada tahun 1965 berganti nama kembali menjadi Balai Penyelidikan Perusahan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Experiment Station), dan akhirnya dinamakan sebagai Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Research Institute) sejak 1 Januari 1982. Lalu, berdasarkan keputusan dewan pengurus pada 11 Mei 1987, Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) atau Indonesian Sugar Research Institute).